Oleh DAHLAN ISKAN
Senin, 11 Juli 2016 05:20
”JABATAN” utamanya adalah menantu. Tapi, di mata Donald Trump, Jared Kushner melebihi ketua tim pemenangan pemilunya.
Mungkin Jared juga tidak mau namanya tertulis sebagai tim kampanye. Secara formal. Tapi, dialah yang serba menentukan.
Jared Kushner, 35 tahun.
Jared memang terkenal bukan karena menjadi menantu Trump. Dia terkenal karena masih begitu muda, tapi sudah menjadi raja properti. Di New York pula.
Bukan soal kayanya saja. Tapi juga karena cara mengembangkan perusahaannya. Terutama caranya bernegosiasi. Agresif, keras, dan tidak mau kalah.
Di umur 26 tahun, tiga tahun sebelum menikahi Ivanka Trump, Jared sudah bikin heboh: membeli gedung pencakar langit di jalan paling bergengsi di New York: Fifth Avenue. Nomor 666. Hanya tiga blok dari gedung milik calon mertuanya saat itu: Trump Tower. Nomor 725.
Saat di New York, saya pernah mencoba berjalan kaki dari nomor 666 ke 725. Mengarah ke Central Park. Hanya 6 menit. Jalan kaki di Fifth Avenue satu jam pun tidak terasa.
Itulah sebuah jalan yang kalau musim gugur mirip catwalk. Pejalan kaki di situ seperti peragawati: Pakaian mereka secantik butik-butik di kanan-kiri jalan itu.
Waktu Jared membeli pencakar langit No 666, kegemparan terjadi. Itulah pembelian termahal sebuah gedung saat itu.
Tahun ini rekor tersebut dikalahkan oleh pembelian hotel paling bergengsi di New York, Waldorf Astoria. Yang membeli perusahaan Tiongkok.
Cara negosiasi Jared juga mengesankan Trump. Sejak sebelum Jared menjadi menantunya. ”Melihat cara dia bernegosiasi, saya seperti melihat diri saya pada diri anak itu,” kata Trump seperti ditulis The New York Times pekan lalu.
Bukan berarti Jared terus-menerus menang.
Suatu saat dia terlibat perselisihan yang rumit. Partnernya juga tidak mau kalah. Akhirnya, dia menantang partnernya untuk menyelesaikannya dengan duel. Bukan duel cara lama dengan adu tembak. Melainkan duel panco.
Partnernya melayani.
Jared kalah.
Itulah yang membedakannya dengan Trump. Calon presiden dari Partai Republik itu terkenal justru karena gertakan hukumnya. Sedikit-sedikit Trump mengancam partnernya untuk diperkarakan.
Dan itu bukan gertak sambal.
USA Today membuktikannya dengan investigasi. Saat ini Trump tercatat sebagai calon presiden yang punya perkara paling banyak di pengadilan. Menurut catatan USA Today, lebih dari 3.000 perkara yang melibatkan nama Trump. Masih ratusan yang sedang berproses di pengadilan.
Untuk sebagian besar perkara, memang Trump penggugatnya. Tapi, banyak juga perkara dengan Trump-lah yang digugat. Termasuk digugat oleh para mantan pengacaranya sendiri. Yang merasa tidak dibayar sesuai dengan komitmen.
Yang terbanyak adalah gugatan dari karyawan dan subkontraktor kasinonya yang bangkrut di Atlantic City, pantai timur Amerika. Tahun lalu saya mampir ke kasino itu, sekadar untuk tahu barang yang heboh itu: Taj Mahal Casino.
Kegemaran Trump menggugat itu menimbulkan banyak gurauan. Misalnya ini: Hati-hatilah para gubernur dan wali kota, bisa-bisa Anda nanti digugat presiden Anda.
Beberapa waktu lalu Trump memang menggugat seorang wali kota di Florida. Sebab, sang wali kota memerkarakan dirinya. Soalnya sepele: Trump dianggap melanggar perda. Memasang atribut di lokasi terlarang.
Trump merasa tidak memasang atribut. Yang dia lakukan adalah menancapkan bendera Amerika ukuran besar. Dan lokasi itu di propertinya sendiri. Dekat rumah pribadinya.
”Masak saya harus dihukum karena memasang bendera negara?” katanya. Tentu sambil memaki-maki sang wali kota.
Wali kota tetap menganggap Trump melanggar perda.
Di AS, soal bendera memang tidak dianggap sakral.
Di acara resmi peringatan Hari Kemerdekaan Ke-240 Amerika pada 4 Juli lalu, saya hadir. Di kota yang paling bersejarah: Philadelphia. Tempat proklamasi kemerdekaan diumumkan pada 1776.
Untuk menghormati tuan rumah, saya mengenakan topi dan kacamata dengan corak bendera Amerika. Ternyata, saya lihat justru ada yang menggelar bendera Amerika di atas rumput. Di lapangan tempat acara berlangsung. Lalu, anak-anak duduk dan makan-makan di atas bendera itu.
Saya perhatikan, tidak satu orang pun menunjukkan reaksi kaget. Biasa saja.
Saya juga melihat banyak gadis musim panas (pakai celana pendek yang minim) di acara itu. Yang celana minimnya bermotif bendera Amerika.
Sang wali kota juga tidak peduli apa yang dikibarkan Trump. Kini gugat-menggugat itu masih berproses di pengadilan.
Sang menantu rupanya dianggap bisa mengendalikan ”keliaran” Trump. Jared jadi tumpuan kegelisahan pendukung Trump. Yang menganggap gaya Trump itu harus diubah. Gaya itu hanya cocok untuk mengalahkan calon internal partai. Tidak cocok lagi untuk mengalahkan Hillary Clinton dari Partai Demokrat.
Mereka menyampaikan itu kepada Jared. Agar sampai kepada Trump. Dan Trump mau berubah. Sebab, Jared sangat dipercaya Trump. Dan Trump sangat mendengar Jared.
Ivanka, yang memeluk agama Yahudi demi perkawinannya dengan Jared, kini memiliki tiga anak. Jared tidak merasa gelisah jadi keluarga Trump. Meski pada dasarnya banyak kontradiksi dengan latar belakangnya.
Orang kulit putih garis keras pendukung utama Trump pada dasarnya tidak menyukai Yahudi. Padahal, Jared Yahudi. Bapaknya tokoh Yahudi. Penyumbang besar lembaga-lembaga Yahudi. Bahkan, kakeknya adalah orang Yahudi yang lolos dariholocaust. Dari dari Rusia ke Polandia, lalu ke Amerika.
Teman-teman Jared pada umumnya pendukung Demokrat. Bahkan, ayah kandungnya adalah pendana besar Partai Demokrat. Sang ayah, pendiri kerajaan properti ini, sampai masuk penjara. Gara-gara money politics itu. Dan perpajakan.
Waktu bapaknya harus masuk penjara, Jared belum lulus kuliah di Harvard. Tempat ayahnya menyumbang kampus itu 2,5 juta dolar. Jared harus mengurus tiga hal sekaligus: kuliah, menjalankan perusahaan keluarga, dan menengok ayahnya di penjara.
Kini Jared harus mendekat kepada pendukung mertua yang anti-Yahudi. Padahal, ayahnya tokoh Yahudi. Dia juga harus bergaul dengan orang-orang Republik. Dan yang utama, dia harus manis kepada gubernur New Jersey yang Republik. Pendukung utama Trump. Yang ketika masih jadi jaksa di New Jersey dialah yang menjebloskan ayah Jared ke penjara.
Itulah politik. (*)
Sumber : Jawapos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.